Wednesday 1 February 2017

NAPAK TILAS STREET MUSIK - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, February 2017)

NAPAK TILAS STREET MUSIC”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, February 2017


MUSIK DARI JALANAN
Membaca judul tersebut, saya yakin ada beberapa pembaca yang terbelalak dan terkejut bercampur kaget. Dalam benak pikirannya, pastilah terlintas bahwa tulisan ini akan bicara mengenai musik jalanan. Musik jalanan yang identik dengan pengamen. Pengamen yang identik dengan kaum marjinal sub-urban yang tentu saja telah banyak mendapat cibiran. Memang benar artikel ini akan mengupas musik jalanan, namun bukan sebagai sebuah realita sosial. Dan amit-amit bikin dinamit, sama sekali bukan mendorong atau menginspirasi Anda atau anak Anda agar jadi pengamen.

Musik jalanan atau Street Music, mau tidak mau, suka tidak suka, muntah tidak muntah, sudah menorehkan tintanya dalam sejarah perjalanan musik semesta. Kehadirannya sudah banyak turut menentukan arah dan alur perkembangan musik sampai hari ini. Kita tidak perlu tabu untuk menengoknya, tanpa perlu sinis untuk menatapnya. Dan tidak perlu juga berbibir monyong karena mencibir. Kita serap yang dirasa masuk akal dan buang jauh-jauh hal yang bagi anda menjijikkan. Tentu dengan catatan, bahwa Anda sendiri bukanlah sosok yang menjijikkan dan menyebalkan bagi orang lain.

ASAL MULA STREET MUSIC
Sebetulnya, istilah STREET MUSIC malahan kurang dikenal dalam ranah telaah musik. Para musikolog lebih suka memakai istilah STREET PERFORMANCE dibanding istilah street music. Kehadiran musik jalanan sebetulnya sudah berusia sangat tua, namun baru pada tahun 1860 kehadiran musik jalanan benar-benar mendapat perhatian. Tepatnya adalah di London, Inggris.


Saat itu, orang Inggris mulai menjuluki para pemusik jalanan. Julukannya adalah BUSKER. Sehingga memainkan musik di jalanan ijuluki sebagai kegiatan BUSKING. Nantinya istilah Busker ini teradaptasi dalam bahasa Spanyol menjadi BUSCAR. Namun maknanya sudah sangat berbeda, meski kedua istilah tersebut sama-sama merujuk pada jalanan. Busker adalah para pemusik jalanan, sedangkan Buscar adalah Pelacur yang menjajakan cinta dan sex di jalanan.


STREET MUSIC DI BERBAGAI KULTUR
Bicara tentang street music, kita perlu menarik benang merah dan garis demarkasi yang sangat tegas dan terang serta jelas. Bahwa keadaan kultural Eropa, Amerika, dan Australia amat sangat jauh berbeda dengan Indonesia.

Di Indonesia Musik Jalanan dilakukan oleh para kaum sub-urban yang marjinal atau termarjinalkan. Dengan tanpa skill bermusik hanya bermodal nekad dan muka tebal serta kebutuhan mendesak untuk bertahan hidup. Mereka hanya berbekal tamborin atau gitar yang tidak karuan larasnya, dan dimainkan secara tidak karuan dengan vokal yang juga tak karuan. Fenomena ini lazim disebut sebagai pengamen jalanan.

Ada pula yang sudah lumayan memiliki ketrampilan bermusik. Pakai gitar dengan laras beres. Vocal bisa didengarkan, tampang juga agak bersih. Mereka ini sebetulnya bukan para pengamen, melainkan para pemusik jalanan. Mererka main berloncatan dalam bus, dan di pinggir jalan yang relatif ramai.



Kultur di Indonesia tetaplah memandang mereka ini BUKAN SEBAGAI PELAKU SENI, melainkan sebagai hama yang harus diusir bahkan jika perlu dibinasakan. Almarhum pemusik HARRY ROESLI melalui Depot Kreasi Seni Bandung, pernah mengadakan proyek bagi para pemusik jalanan ini. Mereka diberi kursus gratis tentang dasar-dasar bermusik yang baik dan benar. Sebagian dari para pemusik jalanan di Bandung itu, memang berhasil meningkatkan harkat dan martabatnya. Namun secara keseluruhan, para pemusik jalanan tetap saja dianggap hama yang perlu sesegera mungkin diusir.

Di Eropa keadaannya sangat berbeda. Bukan berarti Eropa lebih baik ya. Begitupun dengan di Amerika dan Australia. Para pemusik jalanan di Eropa sudah seperti sebuah realita takdir dalam napak tilas budaya semesta yang panjang. Jangan pernah dilupakan. Kaum GYPSI Spanyol adalah pemusik jalanan. Namun dari mereka inilah dunia mengenal cara bermain gitar ala gypsi. Akor dan tangganada Gypsi yang lazim dimainkan sampai hari ini. Dikenal pula seni menari alla Gypsi. Begitu besar sumbangsih kaum Gypsi pada budaya dunia. Meski mereka sebetulnya tak lebih dari pemusik jalanan seperti di daerah Cakung Cilincing dan Ancol.

Di dataran Perancis orang mengenal kehadiran KAUM TROUBADOR. Mereka juga sebetulnya pemusik jalanan, namun jangan pernah memangdang rendah mereka. Anda perlu tahu, latihan vokal yang kita anut sampai sekarang termasuk solfeggio solmisasi BERASAL DARI KAUM TROUBADOR.


MENGAPA MUNCUL STREET MUSIC?
Mungkin sampai dengan bagian ini, banyak pembaca yang bertanya-tanya: “Lho? Kalau memang Gypsi hebat, Troubador canggih, ngapain sih mereka berkelana di jalanan? Kok nggak seperti Bach yang main di Kapel dan Kastil yang terhormat?”

Untuk menjawabnya, kita perlu menoleh ke belakang sejenak. Saat Tiongkok masih berbentuk kerajaan dan dikuasai Dinasti Kekaisaran, SENI ADALAH SEBUAH HAL YANG ADI DAN LUHUNG. Para pemusik hidup terjamin. Mereka sepenuhnya dinafkahi layaknya seorang pegawai negeri. Sebetulnya keadaan seperti ini bukan hanya terjadi di Tiongkok.

Eropa juga mengalami masa kejayaan seni semacam ini. Bach misalnya. Digaji layaknya pegawai negeri. Ditempatkan dan berkantor sebagai Kapelmeister yang kerjaannya fokus dan suntuk pada membuat musik dan memainkan musik serta melatih musik termasuk paduan suara. Selain Kerajaan, para pengusaha kaya raya juga menaruh perhatian besar kepada para pemusik. Salah satu contoh yang terkenal adalah NYONYA NADEJDA VON MECK. Beliau adalah seorang pengusaha perempuan keturunan Rusia yang tajir melintir.

Tchaikovsky adalah salah satu pemusik yang selama tiga belas tahun hidupnya ditopang penuh oleh nyonya Von Meck. Padahal, Tchaikovsky belum pernah bertemu Von Meck dan perkenalan keduanya hanyalah dari surat menyurat dan karya musik saja. Selain Tchaikovsky, Debussy juga dalah sosok pribadi yang disantuni oleh nyonya Von Meck.



TUNTUTAN SITUASI EKONOMI
Zaman berganti. Kerajaan runtuh oleh demokrasi. Ekonomi tidak lagi bersifat monopolistik, melainkan berubah menjadi persaingan. Hidup para pemusik tidak lagi diayomi santunan. Para Pemusik harus berjuang keras untuk bisa hidup. Saat itulah SENI MUSIK MULAI DIJUAL bak barang dagangan. Bahkan seorang Beethoven pernah menawarkan karyanya dengan lebih hina dibanding pelacur jalanan kelas kampung. Mereka yang beruntung bisa tetap main dalam gedung pertunjukan yang layak. Yang kurang beruntung, menggelandang, dan menjual karyanya di jalanan. Hal tersebut berlangsung hingga saat ini.


ALASAN MENGAPA MENJADI MUSISI JALANAN
Sekarang mari kita lihat sejenak gambar berikut ini! Gambar adalah pemusik jalanan di alur kota besar di Eropa. Jika kita perhatikan, instrumen musiknya tidak murah dan nampak mereka sangat siap. Pertanyaannya, mengapa orang-orang ini tidak main di gedung konser?

Ada beberapa alasan substansial mengapa di Eropa, Amerika, dan Australia orang menjadi pemusik jalanan. Susah dan mahalnya gedung konser? Di Australia, untuk dapat pentas di sebuah gedung pertunjukan, orang tidak cukup hanya dengan mampu bayar. Harus ada rekomendasi dari orang yang punya lisensi. Di Amerika memang bisa main di gedung konser jika anda punya uang. Namun persaingan disana sangat ketat, sehingga ongkos sewa gedung konser sangatlah mahal.

Orang yang bermain sebagai pemusik jalanan di Eropa, Amerika, dan Australia umumnya memiliki skill bermusik yang mumpuni. Banyak dari mereka malahan lulusan sekolah tinggi musik yang terkenal. Kenapa mereka tidak bergabung dalam orkestra misalnya? Karena mereka lebih senang TIDAK TERIKAT. Bangun tidur seenaknya dan jam kerja seenaknya. Hal yang tidak mungkin didapat jika bergabung dalam orkestra professional.

JOSHUA BELL IN SUBWAY

Bermusik di jalanan adalah bagian dari sebuah kiat. Hal ini pernah dilakukan oleh seorang pemain biola hebat yang luar biasa. Namanya JOSHUA BELL. Dia main di jalanan dan kemudian masuk dalam stasiun kereta dengan biola seharga milyaran. Hanya untuk mengecek, apakah orang bisa tertarik dengan teknik permainan yang yang luar biasa dan alat yang mahal.

JOSHUA BELL (violinist)

Terlepas dari dampak sosialnya, pemusik jalanan bukanlah sebuah kegiatan yang seperti hama dan harus diusir. Seni pertunjukan jalanan adalah sebuah kontemplasi seni dengan berbagai unsur. Sebab untuk mendapat perhatian dari orang yang berlalu lalang di jalanan, tidak cukup hanya bermodal teknik dan alat semata. Dan itulah mengapa para musikolog lebih suka menyebut STREET PERFORMANCE DIBANDING STREET MUSICIAN.

Komposer Jazz RUSSO dan pemain harmonika Corky Siegel dengan iringan San Fransisco Symphony orchestra, dengan dirigen genius SEIJI OZAWA pernah mementaskan karya khusus tentang musik jalanan. Pertunjukannya sangat heboh. Saat itu saya masih duduk di bangku SMP dan berkesempatan melihat langsung. Panggung diubah menjadi hiruk pikuk jalanan dengan sebuah band Blues yang main bersama orkes simfoni besar.


Hal terakhir yang mestinya kita renungkan dan permenungkan adalah: Apa hikmah yang bisa kita ambil dari menelisik musik jalanan? Jawabannya ada pada gambar ini BENJAMIN FRANKLIN. Penemu listrik, pendiri negara Amerika Serikat, adalah SEORANG PEMUSIK JALANAN. Silahkan Anda renungkan dan permenungkan sendiri, sembari terus mengasah passion Anda pada musik. Yang meskipun saat ini lemah lunglai dihantam badai ekonomi, musik tetaplah salah satu hakikat jati diri peradaban manusia.


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.