Friday 24 February 2017

KALA BUNYI MERAMBAT - by: Michael Gunadi (Audiopro, January 2017)

“KALA BUNYI MERAMBAT”
By: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, January 2017


SIFAT BUNYI
Terlebih dahulu perlu sedikit dipahami bahwa BUNYI, dalam ranah bacaan audio, memiliki sifat dapat MERAMBAT (PROPAGATE) dan bukan mengalir. Pengertian ini, bukan perkara semantik belaka. Namun juga angat berpengaruh pada tinjauan bunyi secara fisik. Jadi jelas, bahwa bunyi adalah perwujudan GELOMBANG dan melakukan gerakan dengan cara MERAMBAT yang tentu menjadi berbeda dengan sifat air yang MENGALIR.

Lingkup paparan ini adalah tentang apa yang terjadi saat bunyi merambat. Hal ini menjadi layak ditengok, sehubungan dengan interaksi hasil reproduksi bunyi terhadap ruang dimana bunyi itu dihadirkan. Zaman sekarang ini sudah ada DIGITAL AUDIO WORKSTATION (DAW).


Dalam tiap DAW, bahkan yang paling sederhana sekalipun, terdapat apa yang dinamakan  DIGITAL SIGNAL PROCESSOR (DSP). DSP ini, dari namanya, jelas sebuah piranti pemroses signal bunyi secara digital. Apa yang diproses? Interaksi signal bunyi, yang adalah gelombang terhadap ruang. DSP yang canggih malahan dapat membuat simulasi sebuah ruang, sampai pada keadaan yang hanya dapat dibayangkan atau Imaginary Scenary Space.



ALASAN MEMPELAJARI DASAR BUNYI 
Menjadi menarik untuk kemudian mencermati pertanyaan sebagai berikut: Lhoooo … Kalo sudah ada DSP, ngapain sih kita pusing dan ribet nengok bunyi merambat? ‘Kan tinggal setel DSP nya kelar lah!”  Persoalannya adalah begini. Memang sangat betul dan benar jika DSP memiliki kecanggihan tak terbayangkan. Namun bagaimanapun canggihnya hasil proses DSP, final result atau hasil akhirnya akan selalu hadir dan sampai ke telinga pendengar, yang mutlak berada dalam sebuah RUANG. Apapun keadaan ruang tersebut.

Jadi pengetahuan tentang apa yang terjadi kala atau saat bunyi merambat, dalam esensinya adalah optimalisasi dari DSP. Ditambah lagi, meskipun DSP itu sangat canggih, dalam batas tertentu, misalnya untuk memenuhi keinginan pemusik akan nuansa bunyi tertentu, mutlak perlu dilakukan penyesuaian. Nah penyesuaian semacam ini jelas menuntut adanya pengetahuan tentang perambatan bunyi.


BUNYI SEBAGAI GELOMBANG 
Sebelum kita menelisik lebih lanjut, ada baiknya kita ingat sedikit mengenai bunyi sebagai gelombang. Dalam gambar sangat jelas dapat dilihat, mana yang disebut sebagai panjang gelombang atau WAVELENGHT. Dan berikut adalah perbandingan sederhana antara gelombang yang dihasilkan bunyi berfrekuensi rendah dan tinggi.


Nampak dalam gambar bahwa panjang gelombang bunyi frekuensi rendah, LEBIH PANJANG dibanding bunyi ber-frekuensi tinggi. 

PERAMBATAN GELOMBANG
Secara Fisika, gelombang merambat dengan 4 cara. Dan dalam tiap-tiap cara, akan terjadi hal-hal yang signifikan bagi reproduksi audio.

A. REFLECTION
Dipadankan dalam bahasa Indonesia sebagai PEMANTULAN.


Secara Fisika, dikatakan: Bunyi akan dipantulkan jika bersentuhan dengan obyek, yang secara fisika, besar obyeknya SAMA ATAU LEBIH BESAR DARI PANJANG GELOMBANG BUNYI.

Untuk bunyi dengan Frekuensi rendah, diperlukan obyek yang relatif besar untuk dapat memantulkannya. Sementara untuk bunyi dengan Frekuensi tinggi, obyek yang sama dan lebih besar dari panjang gelombangnya, akan memantulkannya.

ECHO, REVERBERATION & STANDING WAVES
Bunyi hasil pantulan akan memiliki KARAKTER yang berbeda dengan bunyi asalnya. Dalam situasi nyata, Frekuensi dari bunyi asal, TIDAK PERNAH dipantulkan secara sama. Hal ini menimbulkan gejala, apa yang kita kenal sebagai ECHO, REVERBERATION, dan STANDING WAVES.

ECHO terjadi manakala bunyi hasil pantulan mengalami DELAY atau waktu tunda. Delay tersebut terjadi sehubungan dengan jarak bidang pantul terhadap telingan pendengar. Dalam fenomena ECHO, bunyi yang dicecap telinga pendengar AKAN SELALU berupa pengulangan bunyi asal. 

Jika Echo ini tidak berhenti, meski bunyi asalnya sudah stop, keadaannya dinamakan sebagai REVERBERATION. Fenomena STANDING WAVES hanya terjadi pada frekuensi tertentu saja. Terjadi saat bunyi merambat diantara DUA DINDING YANG BERDIRI SECARA PARALEL.

Jika JARAK ANTARA DUA DINDING PARALEL = ½ KELIPATAN PANJANG GELOMBANG BUNYI ASAL, MAKA BUNYI ASAL + BUNYI PANTULAN AKAN SALING MENGUATKAN. 

Hal ini sangat rentan dihadapi para Sound Engineer, khususnya jika bertalian dengan bunyi ber-frekuensi rendah. Karena panjang gelombangnya relatif besar, jadi kemungkinan saling menguatkan itu malahan akan mengakibatkan hal yang mengganggu.


B. ABSORPTION
Dipadankan ke dalam bahasa Indonesia sebagai PENYERAPAN. Absorpsi bergantung pula pada panjang gelombang bunyi.

Material seperti KARPET, LANGIT-LANGIT YANG TELAH DIDESAIN SECARA AKUSTIK, melakukan penyerapan terhadap bunyi dengan Frekuenasi tinggi. Sedangkan material seperti TIRAI, FURNITURE menyerap yang sekaligus juga melemahkan bunyi pada frekuensi rendah.

Pengetahuan akan material yang dapat menyerap rambatan gelombang bunyi, sangat berguna bagi pengkondisian ruang tempat reproduksi bunyi dihadirkan. Dalam hal ini material pengabsorpsi atau absorben, dipakai juga untuk menanggulangi fenomena Reverberation (lihat di atas).

Kehadiran sejumlah tertentu manusia yang berbusana, menurut beberapa literatur Sound Engineering, mampu menyerap bunyi pada rentang Frekuensi MIDDLE DAN HIGH. Itulah mengapa, sound installment senantiasa harus memperhitungkan densitas atau kepadatan akan hadirnya manusia yang berbusana.


C. DIFFRACTION
Fenomena ini terjadi manakala rambatan gelombang bunyi dibengkokkan akibat adanya celah pada hambatan.

Pembengkokan ini akan terjadi jika celah pada hambatan LEBIH KECIL dari panjang gelombang bunyi. Bunyi Frekuensi rendah memiliki panjang gelombang relatif besar, sehingga jelas jika melewati celah hambatan akan dibengkokkan. Sedangkan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi, akan melaju secara simple.

Persoalannya, seringkali manifestasi pembengkokan bunyi frekuensi rendah, berlangsung pada arah yang omni directional. Pengetahuan tentang Diffraction sangat diperlukan pada sound installment gedung konser berskala besar. Bagaimana desain arsitektural gedung konser besar, mengingat harus ada balkon, perbedaan ketinggian kelas tempat duduk hadirin. Jadi mutlak perlu dirancang, dimana celah harus ditempatkan agar Diffraction rambatan bunyi menghasilkan keuntungan berupa masih dapat mendengarnya, menonton pada posisi duduk yang kurang strategis.


D. REFRACTION
Fenomena ini pada prinsipnya adalah pembengkokan gelombang rambatan bunyi, akibat perbedaan kepadatan atau densitas dalam lingkungan ruang. Refraction adalah fenomena yang harus dihadapi manakala dilakukan reproduksi bunyi pada situasi OUTDOOR.

Dalam ilustrasi elas nampak bagaimana pengaruh suhu udara, yang adalah faktor densitas lingkungan ruang, terhadap cepat rambat bunyi. Seyogyanya situasi outdoor memperhitungkan letak panggung terhadap densitas udara dan angin. Atupun jika keadaan memaksa, seorang sound engineer dituntut mampu melakukan adjustment pada beberapa parameter yang krusial.


2 comments:

  1. Sy izin ngambil gambar ografikr gif dr efek suara. THANK YOU

    ReplyDelete
  2. Sy izin ngambil gambar ografikr gif dr efek suara. THANK YOU

    ReplyDelete

Note: only a member of this blog may post a comment.