Friday 6 May 2016

OTAK MUSISI JAZZ: "JAZZ AMAZING!" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, May 2016)

OTAK MUSISI JAZZ: 
"JAZZ AMAZING!"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, May 2016


FENOMENA EFEK MOZART
Ketika EFEK MOZART diperkenalkan, dunia tercengang. Saat itu diyakini bahwa memang ada keterkaitan perkembangan otak janin yang baik ketika diberi asupan musik-musik karya Wolfgang Amadeus Mozart, yang tentu saja telah diseleksi terlebih dahulu. Belakangan efek Mozart ini mulai menuai kontroversi. Ada yang melakukan sanggahan, bahkan ada yang mengkait-kaitkan dengan sekte aliran kepercayaan yang sesat, dan malahan dituduh sebagai propaganda agama tertentu.

BLACK BOX MECHANISM
EFEK MOZART memang harus diakui, bekerja dengan sistem BLACK BOX MECHANISM. Black Box Mechanism ini kerap kita jumpai dalam dunia kedokteran. Misalnya saat kita mengkonsumsi obat, KITA DAN BAHKAN SI DOKTER SENDIRI PUN TIDAK PERNAH TAHU JALANNYA SI OBAT SECARA DETAIL.Yang ditengarai dokter adalah RESULT ATAU HASIL AKHIR DAN EFEK SAMPINGNYA. Tapi rincian KASAT MATA nya tidak pernah diketahui. Itulah Black Box Mechanism. Efek Mozart pun demikian. Dunia tidak pernah melihat dengan kasat mata bagaimana melodi-melodi, harmoni, dan ritme karya Mozart bisa membuat pertumbuhan otak janin secara lebih prima.

Sampai disini, dunia dan tentu saja kita, menjadi terselimuti oleh teka-teki. Pertanyaan besar dalam ranah musik: APAKAH MEMANG BENAR MUSIK BERPENGARUH TERHADAP PERKEMBANGAN OTAK? Jikapun YA, apakah pengaruhnya BISA DILIHAT SECARA KASAT MATA? Simak jawabannya dalam artikel kali ini!


DIALOG DALAM MUSIK JAZZ
Kita akan mulai penelusuran dan penelisikan kita dengan sajian Musik JAZZ. Sebetulnya, apa sih yang dinikmati penggemar Jazz? DIALOG!!! Saat pemusik Jazz melakukan improvisasi, mereka ber-DIALOG. Secara musikal, secara teknis,  dan tentu saja secara artistik. Lho ... Lha ... kalo memang itu sebuah dialog,kan mestinya di otak si pemusik Jazz sudah ada dong, apa yang dia mau dialog kan? Meski cuma sepersekian detik, pastilah otak mempersiapkannya. So, dengan demikian logikanya apa yang terjadi di otak para pemain Jazz ketika mereka berimprovisasi?

CHARLES LIMB

PENELITIAN PADA OTAK MUSISI JAZZ
Mari kita terbang ke BALTIMORE, AMERIKA SERIKAT. Kita menuju ke FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JOHN HOPKINS. Apa yang dilakukan di sana? Ternyata, para peneliti di Universitas tersebut TELAH MENEMUKAN fakta nyata, bahwa otak menafsirkan musik dan bahasa tutur DENGAN CARA YANG SAMA. Fakta tersebut didapatkan dengan melakukan scanning terhadap otak dari para pemusik Jazz yang sedang melakukan improvisasi.

Pimpinan penelitian adalah Dokter CHARLES LIMB. Beliau memplubikasikan hasil penelitiannya di Jurnal kedokteran PLOS ONE. Sebuah Jurnal yang sangat bergengsi setelah JAMA (Journal of the American Medical Ascociation).


Berikut ini saya sarikan perjalanan penelitian yang saya ringkas dan paparkan dengan terjemahan bebas dari jurnal PLOS ONE. Dipilih 11 pemain Jazz piano yang sangat mumpuni. Semuanya laki-laki dan berusia antara 25 hingga 26 tahun. Tiap-tiap pemusik menghabiskan waktu 10 menit dalam kubah MRI sembari memainkan keyboard. Perlu saya tambahkan. Sesuai dengan yang saya lihat dalam gambar di Jurnalnya, keyboard yang dipakai seluruhnya berbahan plastik tanpa metal agar magnet dalam mesin MRI tak terimbas pengaruh metal. Kemudian kubah MRI dilengkapi cermin, agar si pemusik dapat melihat jari-jemarinya saat menekan tuts keyboard.

Saya kutip saja pernyataan Dr Charles Limb tentang pembacaan dan penafsiran gambar hasil MRI:
While improvising - the areas of the musicians' brains linked to syntax and language processing were activated. These areas are called "the inferior frontal gyrus" and "the posterior superior temporal gyrus." Interestingly, "the angular gyrus" and "the supra marginal gyrus" - areas of the brain involved in semantic processing - became deactivated during the improvisation sessions. Brain interprets music as syntax rather than semantic.


Saya akan terjemahkan kutipan tersebut, dalam batasan menjembatani antara pengertian kedokteran dan musikal, sebagai berikut: ketika sedang berimprovisasi, area otak dari para pemusik yang terhubung dengan syntax dan pemrosesan bahasa nampak teraktivasi. Area-area tersebut diistilahkan sebagai gyrus bagian depan bawah dan gyrus bagian ujung tepi atas. Hal yang menarik adalah, sementara kedua gyrus teraktivasi,bagian angular gyrus dan supra marginal gyrus, yang lazim dilibatkan dalam proses semantik, malahan non aktif selama improvisasi berlangsung. Jadi rupanya, otak menafsir musik lebih sebagai sintaksis daripada semantik (pengkalimatan verbal).


Lebih lanjut, Dr. Charles Limb mengemukakan:
This suggests that the regions of the brain responsible for processing syntax are not just limited to spoken language. Instead, Dr. Limb argues, the brain uses its syntactic regions to process communication in general - whether that communication is through spoken language or music.

Disinyalir bahwa area otak yang bertanggung jawab atas proses syntax, tak terbatas hanya kepada bahasa tutur. Namun Dr. Limb berargumen, otak menggunakan area syntax nya untuk memproses komunikasi secara umum, yakni komunikasi verbal maupun musik.

"We've shown in this study that there is a fundamental difference between how meaning is processed by the brain for music and language," says Dr. Limb, who is a keen musician himself. "Specifically, it's syntactic and not semantic processing that is key to this type of musical communication. Meanwhile, conventional notions of semantics may not apply to musical processing by the brain."

Kami telah menunjukkan dalam studi ini bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara bagaimana sebuah “makna” diproses oleh otak maupun bahasa. Demikian ujar Dr. Limb yang juga adalah seorang pemusik.


RESPON OTAK YANG SANGAT CEPAT DALAM BERIMPROVISASI
Dari riset ini ada hal yang sangat menarik, bahwa memang bisa jadi perkembangan otak, terutama dalam fase janin, yang dikatalis oleh musik. Namun yang jelas, bahwa otak memperlakukan musik secara khusus. Musik tidak ditengarai oleh otak sebagai teka-teki makna. Melainkan adalah sebuah alur komunikasi. Yang meskipun tidak ditafsir verbal, tetap merupakan sebuah BAHASA.

Penelitian yang dilakukan Dr Charles Limb, setidaknya memberi sebuah fakta nyata bahwa ada aktifitas otak yang nyata bekerja ketika pemusik Jazz berimprovisasi. Namun yang perlu ditekankan adalah, bahwa meski otak menunjukkan aktifitas resapan syntax, TIDAK BERARTI bahwa ketika berimprovisasi seorang pemusik Jazz memikirkan satu demi satu nada dan bunyi yabg akan dia mainkan.


Professor Ethan Hein, seorang music paedagog dari New York mengatakan, bahwa rangsang dan reaksi otak tidak cukup cepat untuk melakukan trigger saat seorang musisi jazz berimprovisasi. Musisi Jazz sepanjang karirnya mempelajari berbagai macam scale, akor, progresi akor, harmoni, dan bentuk musik. Materi tersebut mengendap dalam otak dan saat bagian otak beraktivitas, dengan menafsir rangsang musikal sebagai syntax, endapan materi ini diluncurkan bagai torpedo kapal selam.

Pendapat Professor Ethan Hein ini, diperkuat oleh beberapa praktisi Jazz. Saat pertama kali saya belajar Jazz improvisasi pada Almarhum Jack Lesmana, beliau berkata begini: “Michael... ehm, nada-nada dalam sebuah komposisi musik bisa lahir dalam hitungan menit, jam, hari, bulan, dan bahkan tahunan ya Michael. Tapi kalau kita bicara improvisasi, nada-nada saat kita berimprovisasi, lahir hanya dalam hitungan sepersekian detik saja...”

Jadi dengan demikian, sebetulnya perlu ada semacam adjustment. Penyesuaian. Adjustment dalam ranah otak Jazz. Agar senantiasa bisa dengan cepat terjadi take and trigger. Antara bagian otak yang mencecap dan menafsir nada musikal sebagai syntax, dengan bagian otak yang akan merespon dengan meluncurkan endapan materi musikal. Secara tradisional, upaya take and trigger dilakukan dengan LATIHAN DAN SEBANYAK MUNGKIN MENDENGARKAN MUSIK JAZZ. Musik JAZZ saja dan bukan yang lain. Ingat bahwa otak mencecap nada musikal sebagai syntax, tidak seperti mencecap kalimat verbal. Jika musik yang didengarkan jenisnya berbeda-beda maka dapat dipastikan, cecapan syntax akan tidak sepenuhnya Jazz.


WYNTON MARSALIS

BLUES, IMPROVISATION & SWING
Upaya sinkronisasi kerja otak dalam bermain Jazz, semestinya bukanlah sebuah latihan dan mendengar dengan tanpa kerangka. Ada baiknya kita tilik sejenak dua quotes dari seorang Wynton Marsalis. Beliau adalah seorang trompetis Jazz yang menjadi legenda. Bahkan beliau adalah satu dari sedikit orang, yang dapat memainkan Musik Klasik dan Jazz dengan kualitas yang sama bagusnya.

The main three components are the BLUES, IMPROVISATION - which is some kind of element that people are trying to make it up - and SWING, which means even though they're making up music, they're trying to make it up together. It feels great, like you're having a great conversation with somebody.

Bahwa terdapat tiga komponen utama dalam Jazz, yakni: 
  • BLUES sebagai akar budayanya. 
  • IMPROVISASI, yakni komponen yang diupayakan pemusik untuk dikreasikan. 
  • SWING yang merupakan “rasa” dari Jazz. 
Ketiganya harus terpadu dan mengalir layaknya sebuah percakapan. Dari sini jelas bahwa improvisasi bukanlah kerja otak yang diperas untuk memunculkan nada secara spontan. Namun, improvisasi adalah kerja otak dalam sebuah ranah keteraturan. Ada koridor nya. Ada batasannya. Meski batasan itu bukan berupa dogmatis yang kaku dan mengikat ketat.

 
Improvisasi adalah kerja otak yang dibangun dan terbangun sebagaimana layaknya dalam bangunan percakapan. Batasannya adalah Blues sebagai akar budayanya. Akan sangat aneh jika nada yang keluar saat improvisasi Jazz adalah nada Himne Hindu misalnya. Boleh saja berkreasi dengan apapun. Nada Himne Hindhu misalnya, boleh saja dipakai untuk berimprovisasi, namun idiom dan gramatiknya harus selalu bergelayut pada Blues.

Komponen ketiga dalam quotes Wynton Marsalis adalah SWING. Yakni istilah untuk menyebut “RASA” dalam Jazz. Kajian ini menjadi menarik, karena dalam penelitian MRI otak Jazz oleh Dr Charles Limb, disimpulkan bahwa otak merespon alunan nada-nada imrovisasi sebagai SYNTAX dan bukan sebagai semantik sebagaimana dalam kalimat orang bertutur. Lalu apakah ketika otak mencecap nada-nada improvisasi sebagai syntax, dengan sendirinya rasa swing itu juga tercecap? Jika TIDAK maka berarti harus ada stimulan lainnya yang membuat bagian otak juga sekaligus mencecap RASA JAZZ dan bukan saja memproses alunan gelombang nadanya.

IMPROVISASI DALAM JAZZ BUKAN INSTINGTIF ATAU KEBETULAN!
Penelitian tentang kerja otak saat orang berimprovisasi dalam Jazz, menorehkan sebuah fakta ilmu pengetahuan. Bahwa musik, khususnya Jazz bukanlah perkara instingtif atau perasaan MANA SUKA belaka. Ada kegiatan dalam otak yang mengatur, berproses secara terus – menerus. Namun sepertinya, selain secara ilmu pengetahuan didapat fakta, ada hal yang lebih esensial ketika orang berimprovisasi dalam Musik Jazz.

ESENSI JAZZ: BODY, MIND & SOUL
Berikut satu lagi quotes dari Wynton Marsalis:
Through improvisation, Jazz teaches you about yourself. 
And through swing, it teaches you that other people are individuals too. 
It teaches you how to coordinate with them.

Lebih utama dari paparan faktual science adalah: 
 melalui improvisasi, Jazz mengajarkan jati diri pada dan bagi kita. 
Dan RASA Swing nya adalah bangunan dialog
 yang mengajarkan pada kita sikap toleransi yang dialogis.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.